Buku ini adalah kumpulan kartun humor tentang profesi hukum, menampilkan karya berbagai kartunis terkenal yang menggambarkan kehidupan pengacara dengan satir dan lelucon tajam.
Jurnal ini membahas profesi advokat di Indonesia, termasuk sejarah, peran, dan kontroversi seputar organisasi profesi. Sorotan utama tertuju pada konflik antara Peradi dan KAI, serta perdebatan mengenai perlu tidaknya pengaturan organisasi advokat melalui undang-undang.
Buku ini membahas UU Advokat secara lengkap disertai catatan pasal-pasal yang pernah diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, serta menyajikan produk hukum dari PERADI, peraturan pelaksana dari MA dan Kemenkumham, Kode Etik Advokat, dan dokumen pendirian PERADI. Nilai tambah buku ini adalah catatan ringkas terkait judicial review yang belum banyak ditemukan di buku sejenis.
Buku ini membahas penerapan dan penegakan kode etik dalam profesi advokat di Indonesia.
Buku ini merupakan catatan sejarah 40 tahun gerakan bantuan hukum LBH, sebuah gerakan yang terus berjuang meskipun dihadapkan pada pasang surut keadilan di masa-masa sulit.
Buku ini membahas pentingnya Kongres Advokat Indonesia untuk menyatukan advokat dalam satu organisasi yang inklusif, bebas kepentingan pribadi, dan berlandaskan cita-cita luhur profesi advokat.
Buku ini mengupas hukum perbandingan tentang bantuan hukum di dunia. Buku ini secara khusus didedikasikan kepada Adnan Buyung Nasution sebagai ikon advokat bantuan hukum. Buku ini membahas mengenai legislasi di bidang bantuan hukum dan pelaksanaan nyatanya di berbagai belahan dunia.
Buku ini membahas peran Public Interest Advocacy Centre (PIAC) dalam litigasi kepentingan publik di Australia, mencakup isu hak sipil, kebebasan informasi, hak konsumen, diskriminasi, dan sistem peradilan pidana, serta tantangan hukum yang dihadapi.
Buku ini membahas lahirnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Indonesia, yang diprakarsai oleh Adnan Buyung Nasution untuk membantu masyarakat miskin dalam menghadapi masalah hukum. LBH awalnya mendapat dukungan pemerintah, tetapi kemudian dihentikan karena sikapnya yang semakin kritis terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait isu tanah dan tenaga kerja.